Gaung suara ini seolah membelah langit membelah bumi

Chairil Anwar; aku

Lelaki kurus berambut panjang,
bermata cekung tapi tajam,
berdada telanjang dan kurus bertulang-tulang.
Tapi dialah lelaki resah,
berwajah gelisah dan mata merah.
Lelaki yang baru saja keluar dari pintu reot
sebuah gubuk basah.

Lelaki itu terkejut seketika,
memandang langit sambil mengusap mukanya.

Dia cuma menemukan langit kosong
di ujung-ujung atap gubuk yang menyesak.
Langit yang kerut-merut tanpa cahaya.

Sedang di kejauhan,
masih tinggal tersisa
sepotong ringkikan sang kuda:

      "dan aku akan lebih tidak peduli
        aku mau hidup
        seribu tahun lagi!"

Lelaki ini masih tegak di sana
di antara gubuk-gubuk rombeng
dan gerbong-gerbong kereta yang alangkah
mesumnya.
Di atas tanah becek dan bersampah.

Lelaki ini masih menatap langit
seperti semula,
dengan hati masih resah
dan mata merah.

Wajah dan mata yang ini,
tiba-tiba tampil berlipat ganda.
Mula-mula satu,
kemudian dua,
tiga,
sampai menjadi enam memenuhi ruang.
Sesudah itu diam tiba-tiba,
seolah mati,
beku.

Maka pada saat yang ini
timbul di permukaan ruang
sebuah judul:  AKU

Langit pun lantas pelan-pelan
menghitam
gelap di mana-mana.

No comments:

Post a Comment